Selasa, 19 Mei 2009

J-ROCK

Biografi : J - Rock

J-Rocks adalah grup musik asal Indonesia yang mengambil aliran Japanese pop/rock dan berdiri sejak tahun 2003. J-Rocks digawangi oleh Iman (vokal, gitar), Sony (gitar), Wima (bas), dan Anton (drum).


Pada tahun 2005, mereka merilis album perdana TOPENG SAHABAT di bawah label Aquarius Musikindo. Mereka juga mengisi dua lagu di album OST DEALOVA yaitu Into the Silent dan Serba Salah.

Dua tahun kemudian, J-Rocks mengeluarkan album kedua, SPIRIT, yang menampilkan bermacam-macam beat dan aliran musik seperti Rock 'n Roll (Juwita Hati), Waltz/ Victorian (Tersesal), Blues, Classic. Pada album kedua ini, J-Rocks menggandeng Prisa.

Musik J-Rocks sempat mendapat kritik karena dinilai meniru band Jepang L'Arc~en~Ciel.
Jadi 'Spoke Person'
PRESKON MTV STAYING ALIVE 2008

Kapanlagi.com - Penyakit HIV/AIDS masih terus menjadi momok mengerikan bagi masyarakat luas, namun penyebarannya terus saja meningkat pesat. Karena itu diadakanlah program MTV Staying Alive yang bertujuan untuk mengampanyekan slogan Say No to Free Sex and Drugs serta memberi semangat hidup pada orang yang terlanjur terinfeksi HIV.


Band tanah air yang berkiblat pada musik negeri sakura, J-Rocks, menjadi salah satu spoke person program tersebut. Dan J-Rocks mengungkapkan bahwa hal itu adalah suatu penghormatan dan penghargaan buat bandnya.



"Di sini kita sebagai MTV spoke person Staying Alive supaya orang-orang yang kena AIDS lebih semangat lagi. Jangan nyerah, ternyata lagu kita (Meraih Mimpi -red) mengandung pesan positif, didenger dan diterima orang-orang," ungkap Iwan, vokalis J-Rocks, dalam preskon MTV Staying Alive 2008, Play The Music...Sound The Massage di Hard Rock Cafe, EX-Plaza, Jakarta Pusat, Selasa (09/12) kemarin.


Keinginan untuk memberikan semangat itu bisa jadi didorong oleh pengalaman yang pernah mereka alami. Seperti pengalaman Anton, penggebuk drum J-Rocks, misalnya.


"Mungkin pengalaman temen aja. Jadi ia nge-drug akhirnya meninggal. Itu yang jadi pelajaran buat kita," katanya sambil mengungkapkan bahwa sesama anggota band mereka selalu saling mengingatkan akan bahaya AIDS agar selalu melindungi diri.


Disinggung mengenai image anak band di masyarakat yang dianggap berpotensi besar mengidap AIDS, Iwan mengaku tidak seberapa menyetujuinya.


"Bukan hanya anak band kali. Umumnya lebih ke anak muda, tapi karena anak band lebih terekspos," katanya.



J-Rocks sendiri bisa ditunjuk sebagai spoke person oleh MTV karena polling dari masyarakat memilih lagu mereka sebagai theme song program Staying Alive tersebut. Dan itu suatu kebanggaan tersendiri karena saingan mereka sendiri cukup banyak.


"Ini suatu kehormatan dan satu penghargaan bagi kami karena MTV bisa mengapresiasi musik kami. Jadi kita merasa jadi band baru tapi bisa disandingin Super Glad sama Nidji," pungkas Iwan. (kpl/ant/npy)

Selanjutnya......

Infeksi Menular Seksual "Mengintai" Anak-anak Muda

Infeksi Menular Seksual "Mengintai" Anak-anak Muda

Data BKKBN menunjukkan perilaku seks remaja yang cenderung bebas. Sejalan
dengan itu, di RSHS Bandung tercatat 60% yang menderita kutil kelamin adalah
usia 16 hingga 25 tahun! Orang tua dituntut untuk selalu menjaga anaknya
agar tak terjerumus ke perilaku seks tidak aman itu.
Sekitar 60% penderita penyakit kutil kelamin (Condyloma acuminata) yang
datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung masih berusia 16 hingga
25 tahun. Itu artinya, 60 dari 100 orang muda adalah penderita penyakit
kutil kelami. Kenyataan ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, mengingat
penyakit kelamin tersebut berpotensi untuk menjadi ganas atau kanker.
Data tersebut merupakan hasil survei terakhir yang dilakukan Kepala Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
(Unpad) Bandung/RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung, dr. Rachmatdinata, SpKK.
Sebuah kenyataan yang tentu saja patut dipertanyakan, mengapa hal itu bisa
terjadi, bagaimana gejala, pengobatan, dan pencegahannya? Terlebih risiko
paling buruk dari penyakit ini adalah kanker. Mengapa juga penyakit ini
menyerang mereka yang berusia muda? Sudah begitu permisifkah masyarakat
sehingga begitu mudah melakukan perilaku seks bebas? Bagaimana pula
institusi agama dan pendidikan menyikapi keadaan ini?

Diam-diam
Penyakit kutil kelamin hanya satu di antara deret penyakit kelamin. Penyakit
ini menurut Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung/RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung, dr. Rachmatdinata, SpKK merupakan salah satu dari penyakit infeksi
menular seksual (IMS).
Penyakit IMS sering disebut penyakit silent. Karena penyakit ini seperti
tidak tampak, tetapi ada. Tidak mematikan, tetapi jumlah penderitanya terus
bertambah. Penyakit IMS banyak jenisnya, penderitanya pun tidak hanya
laki-laki tetapi juga perempuan. Namun, bila dilihat dari jumlah, penderita
IMS laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
IMS pada laki-laki menunjukkan gejala seperti kencing yang terasa panas,
sakit, bahkan bisa juga bernanah. Sedangkan pada perempuan hanya berupa
simptom yang kadang terasa, kadang tidak. Karena itu pula, seorang pekerja
seks komersial yang menderita penyakit IMS masih bisa melayani "tamu" 3
hingga 5 orang per malam.
"Meski demikian, laki-laki ataupun perempuan penderita penyakit IMS dapat
menjadi faktor penular. Bila ada seorang laki-laki suka `jajan`, istrinya
akan terkena. Begitu juga kalau seorang laki-laki mencoba `jajan`, dia akan
terkena dari PSK sebagai lawan pasangan intimnya," tutur dr. Rachmatdinata.
Penyakit IMS terjadi karena hubungan seksual yang tidak aman seperti
gonta-ganti pasangan intim, berhubungan intim dengan sesama jenis
(homoseksual) atau berhubungan intim melalui anus.
Penyakit IMS disebabkan oleh bakteri (sifilis dan gonorhea), virus (kutil
kelamin, herpes, simplek, HIV-AIDS), parasit, dan jamur (candida vagina).
Pada pria, penyakit ini menyerang bagian glans penis, batang penis, bagian
dalam dari preputium, buah zakar, saluran kemih, dan selangkangan.
Sedangkan pada wanita tampak bagian kemaluan menyebar secara cepat ke bibir
kemaluan, klitoris, daerah perineal, dan perianial. "Tetapi yang paling
sering menyerang pria pada bagian penis dan wanita pada leher rahim. Dua
tempat yang paling pertama bersentuhan saat melakukan hubungan intim,"Komplikasi yang terjadi pada pria adalah urethtritis (peradangan pada
saluran kencing atau urethra yang terjadi pada lapisan kulit urethra.
Urethtritis disebabkan bakteri-bakteri yang menyerang saluran kemih seperti
Chlamydia trachomatis, neisseria gonorrhoae, tricomonal vaginalis, dll).
Sedangkan pada wanita servicthritis (peradangan serviks yang bila berlanjut
dapat mengakibatkan kanker mulut rahim).
Hasil survei pada tahun 1995 menunjukkan, 37% pria menderita urethritis,
jumlah ini meningkat menjadi 42% (1998), dan meningkat lagi menjadi 67%
(2008). Itu artinya, 67 orang dari 100 pria terkena penyakit ini. "Jadi,
walaupun tidak mematikan, secara pelan tapi pasti, jumlah penderita IMS
terus bertambah," ujarnya.
Semua jenis penyakit IMS bisa menyerang akibat sekali berhubungan atau
beberapa kali berhubungan. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh si
pelaku. "Jika si pria dalam kondisi tubuh kurang baik dan si PSK sudah akut,
bisa langsung terkena. Begitu sebaliknya, jika istri tidak fit dan suami
sudah berhubungan walaupun sekali dengan PSK, si istri bisa langsung
terkena," ujarnya.

Remaja
Penyakit IMS yang terdata di Klinik Penyakit Kulit & Kelamin RSHS menyerang
remaja usia 16 hingga 25. Menurut Kasi Remaja dan Perlindungan Hak
Reproduksi BKKBN Jawa Barat, Elma Triyulianti, perilaku seks bebas di
kalangan remaja memang sangat mungkin terjadi karena usia remaja adalah usia
yang paling siap untuk melakukan hubungan seksual.
Lebih dari itu, remaja juga menerima banyak rangsangan dari luar yang
menstimulus mereka. Akibatnya, terjadi pergeseran perilaku pacaran di
kalangan remaja. Dulu, kata Elma, berpacaran hanya dilakukan dengan
berpegangan atau bergandengan tangan. Tetapi sekarang, pacaran tanpa rabaan,
ciuman, dan belaian, sering disebut bukan pacaran. "Mereka bilang kan wajar
dong kalau pas foto," ujar Elma menyebutkan pacaran yang menstimulasi daerah
bagian dada ke atas.
Fakta juga menunjukkan, remaja semakin berani berpacaran di depan umum.
Padahal, semua itu mengarah pada perilaku seks bebas. Banyak remaja yang
melakukan hubungan seks pranikah, hubungan seks sesama jenis (homoseks),
mencari kesenangan seks sendiri (onani), sampai "jajan" dengan para PSK.
Yang mengejutkan, hasil survei BKKBN di Kab. Majalengka (2003) menunjukkan,
dari 347 remaja 51% wanita dan 49% laki-laki mengaku 88% mempunyai kekasih
dan 12% tidak. Dari jumlah tersebut mereka yang pernah melakukan hubungan
seks 64% dengan pacar, 21% lain-lain, 9% sendiri, dan 6% dengan wanita
pekerja seks (WPS). "Bayangkan, itu terjadi di Kabupaten Majalengka yang
kita bayangkan hanya kota kecil. Lalu bagaimana dengan kota-kota besar lain
seperti Bandung dan Jakarta," ujarnya.
Padahal, survei lain terhadap remaja di Jawa Barat (2002) menunjukkan, 83,0%
tidak tahu tentang konsep kesehatan reproduksi, 61,8% tidak tahu masa subur,
40,6% tidak tahu risiko hamil usia muda, 40,6% tidak tahu perilaku seksual
berisiko, dan 42,4% tidak tahu tentang risiko penyakit menular seks (PMS).
Mereka hanya tahu risiko seks bebas adalah HIV-AIDS (58,7%).
Elma mengatakan, tingkat kematangan reproduksi remaja saat ini, memang
berbeda dengan dulu. Dulu, seorang remaja putri mungkin baru memperoleh
menstruasi pada usia 12 tahun. Tetapi kini, usia 9-10 tahun sudah
menstruasi.
Selain karena faktor gizi yang semakin baik, tingkat kematangan ini terjadi
karena begitu banyak stimulus perilaku seks bebas yang diterima remaja,
seperti buku porno, blue film, dll.
"Itulah sebabnya, sasaran BKKBN adalah remaja berusia 10-19 tahun. Dengan
standar usia pernikahan 20 tahun ke atas untuk wanita," ujar Elma.

Edukasi
Untuk melacak sumber pertama penyakit IMS sangat sulit. Karena menurut
konsultan Unicef untuk Indonesia dr. Rachmat, Indonesia tidak punya data
spesifik tentang penyakit IMS. Kalaupun ada data, masih bersifat deskriptif.
Hal itu terjadi, karena setiap rumah sakit, puskesmas, ataupun klinik-klinik
dokter swasta terkait tidak pernah membuat pelaporan data pasien kepada
pemerintah.
"Lagi pula siapa yang mau mengaku kalau sakitnya itu karena hubungan seksual
yang tidak aman," ujar Rachmat.
Penanganan dan pencegahan meluasnya dampak dari unprotective sex (istilah
UNICEF untuk free sex), tidak lain adalah edukasi. Edukasi paling efektif
diberikan kepada remaja karena remaja merupakan cikal bakal generasi
berikutnya. Hanya persoalannya, siapa yang harus memberikan edukasi. Karena
ternyata, dari hasil survei BKKBN Jabar menyebutkan, hampir sebagain besar
remaja enggan membicarakan masalah seks dengan orang tua.
Jadi, kata Elma, harus dicari cara-cara edukasi yang efektif agar topik yang
disampaikan tepat sasaran. Cara paling efektif tersebut adalah edukasi yang
dilakukan antarsesama remaja. Itu artinya, harus ada relawan remaja yang mau
mendalami tentang kesehatan reproduksi seks terlebih dahulu.
Untuk membentuk relawan-relawan tersebut, BKKBN mengadakan program Pusat
Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PK-KRR) di setiap
kecamatan.
Namun sayang, efektivitas PK-KRR ini belum mampu memperlihatkan hasil karena
regenerasi yang lambat.
"Itulah sebabnya, lagi-lagi kita mengajak para orang tua untuk memberikan
pendidikan agama dan moral di keluarganya. Bila nilai-nilai agama dan moral
sudah diberikan dari rumah, setidaknya akan menjadi pegangan remaja pada
saat mereka dewasa," ujarnya. [PR]
---"

Cobalah Berempati
Cobalah "menjadi" mereka. Empati seperti itulah saran yang paling dianjurkan
para ahli dalam menjembatani komunikasi orang tua dan anak dalam menangani
masalah perilaku seks bebas remaja. Baik dalam memberikan
informasi-informasi dini tentang pergaulan, menjaga kesehatan reproduksi,
maupun dalam penanganan kasus yang sudah berlanjut.
Hasil parenting yang dilakukan psikolog Klinik Konsultasi Psikologi RS Al
Islam Dra. Selly Mahliyani, M.Psi., memperlihatkan hampir semua orang tua
mengaku "bermasalah" dengan anak remajanya yang sedang pubertas. Semua orang
tua juga mengaku, ada gap (jarak) pada saat harus membicarakan persoalan
seks.
Jarak tersebut dapat berupa jomplangnya pengetahuan seks dan reproduksi
orang tua dibandingkan dengan anak maupun pendekatan orang tua terhadap anak
pada saat akan membicarakan masalah tersebut. Pasalnya, kata Selly, sering
kali pengetahuan anak tentang seks lebih jauh dibandingkan dengan orang tua.
Hal itu terjadi karena begitu banyak sumber informasi yang dapat diperoleh
anak, melalui internet, tayangan televisi, buku-buku, film, dan masih banyak
lagi. Informasi itu juga sangat cepat berubah sehingga tidak terikuti oleh
para orang tua. Akibatnya, dengan pengetahuan orang tua yang sangat
terbatas, anak-anak pada umumnya melesat sendirian.
Padahal, secara psikologis, dorongan seksual usia remaja juga sangat tinggi.
Akibatnya, manakala ada dorongan dari teman-temannya untuk melakukan perilak
u seks yang tidak semestinya, remaja itu pun akhirnya bereksperimen
(coba-coba). Parahnya, meskipun mereka mengetahui apa itu pornografi dan
perilaku seks bebas di luar nikah, dampaknya justru tidak diketahui.
Jika anak sudah telanjur berperilaku di luar batas kewajaran ataupun masih
dalam mencari tahu apa itu perilaku seksual, jalan terbaik bagi para orang
tua adalah mencoba menjadi mereka. Menyelami apa yang dirasakan mereka.
Caranya, cobalah bergaul dengan teman-temannya, kenali lingkungannya,
dekatlah dengan guru dan sekolah tempat anak tersebut bersekolah sehingga
orang tua tahu dan memahami apa yang sedang terjadi pada anak. Kendati
demikian, tidak semestinya orang tua seakan-akan menjadi mata-mata dari
seluruh kegiatan anaknya. Jika hal itu terjadi, orang tua akan berlaku
overprotective. Anak serba ditanya, bahkan seperti diinterogasi.
Padahal, cara-cara yang mengarah pada otoritas sangat tidak disukai remaja.
Karena otoritas merupkan simbol kekuasaan. Jika hal itu diterapkan, remaja
akan merasa sebagai "yang dikuasai" dan orang tua merasa sebagai "yang
menguasai".
Seorang remaja akan sangat terbuka bila mereka diperlakukan sebagai teman
atau sahabat. Langkah ini memang tidak mudah. Syarat utama orang tua, harus
dekat dengan anak. "Bila kedekatan sudah terbentuk, berbicara apa pun akan
mudah. Anak dan orang tua akan saling berbagi dalam segala hal, tetapi ini
memang tidak mudah," ujar Selly.
Menurut dia, semua orang tua pasti akan sedih dan kecewa manakala
mendapatkan anaknya telanjur masuk pada pergaulan bebas. Jika itu terjadi,
jangan pernah"mendakwa" mereka. Akan tetapi, terimalah mereka apa adanya,
lalu berintrospeksilah. Apa akar masalah yang menyebabkan remaja melakukan
hal itu? "Orang tua jangan merasa benar sendiri, egois, toh anak remajanya
menyimpang pasti ada apa-apanya juga," ujar Selly menambahkan.
Senada dengan Selly, dr. Rachmat selaku konsultan Unicef di Indonesia,
mengatakan hal sama. Contohnya, seorang pekerja seks komersial (PSK) tidak
akan pernah merasa harus mengubah kehidupannya untuk bisa lebih baik jika
para pekerja sosial yang membina mereka tidak bisa merasakan apa yang
dirasakan PSK tersebut.
Hal sama berlaku dalam mengembalikan spirit para penderita HIV-AIDS. Dari
sisi penamaan saja, para penderita HIV-AIDS ini disebut ODHA (orang dengan
HIV-AIDS). Tidak disebut penderita. Semakin banyak "dakwaan" yang menempel
pada orang-orang seperti ini, stigma pun akan melekat. Secara sosial
psikologis akan sangat sulit diperbaiki.
"Jadi, bukan berarti kita akan melegalkan cara-cara mereka, tetapi lebih
menganggap mereka sebagai manusia yang sama seperti yang lain. Coba saja,
meskipun masyarakat memandang sebelah mata terhadap komunitas gay atau homo,
mereka juga manusia yang mungkin secara psikologis mempertanyakan kehidupan
mereka," kata dr. Rachmat memaparkan. [PR]


Selanjutnya......
 

Dark Hitman v.1.0 use By Me | Design by Mochal | Copyright 2008